Guntung Manggis Ujung: Potret Pinggiran Kota yang Hidup dalam Harmoni dan Harapan

Posted on

Oleh: Rudy Azhary

Rudy Azhary, jurnalis Suratkabardigital.com

Banjarbaru, 23 Mei 2025 — Di ujung jalan utama Guntung Manggis, tepatnya di RT 24, dan beberapa RT lainya di RW 03, Kelurahan Guntung Manggis, Kecamatan Landasan Ulin, terhampar sebuah kawasan yang tenang namun sarat dengan kehidupan: Guntung Manggis Ujung saya suka menyebutnya. Meski sering dianggap sebagai wilayah pinggiran, kawasan ini justru menjadi cerminan dinamisnya perubahan sosial dan keberagaman budaya yang berdenyut di jantung Kota Banjarbaru. Sejak saya menapakkan kaki di sini pada tahun 2020, setelah berpindah dari tempat kelahiran saya di  Kampung Baru di Kelurahan Landasan Ulin Timur, suasana bermukim di tempat ini menyuguhkan kehangatan dan kenyamanan yang langka ditemui di tengah hiruk-pikuk kota.

Penduduk Guntung Manggis Ujung adalah mozaik warna-warni suku dan profesi; Banjar, Dayak, Jawa, Sunda, Bugis, Batak, Madura, dan suku lainnya hidup berdampingan dalam harmoni yang menguatkan. Bahasa Banjar dan Jawa masih menyemarakkan perbincangan sehari-hari, sementara Bahasa Indonesia berfungsi sebagai jembatan komunikasi lintas suku. Keanekaragaman ini bukan sekadar fakta demografis, melainkan kekayaan sosial yang memupuk rasa saling menghargai dan gotong royong.

Dalam beberapa tahun terakhir, geliat pembangunan perumahan menyulap wajah kawasan ini menjadi lebih padat dan berwarna. Kompleks-kompleks baru berdampingan dengan permukiman lama, mengikis batas-batas sosial dan menciptakan komunitas plural yang dinamis. Namun, di tengah derasnya modernisasi, kearifan lokal dan nilai-nilai solidaritas tak pernah pudar; justru semakin terasah lewat beragam aktivitas sosial dan lingkungan yang melibatkan seluruh warga.

Tidak kalah penting, fasilitas pendidikan dan keagamaan turut tumbuh mengikuti kebutuhan masyarakat. Mulai dari PAUD, SD, SMP, madrasah, hingga pondok pesantren hadir sebagai pilar pendidikan yang kuat, sementara Masjid Al Aman dan sejumlah mushala menjadi titik pusat spiritual dan kebersamaan. Pilar pendidikan dan religiusitas ini membentuk fondasi karakter warga yang toleran dan berdaya.

Namun, Guntung Manggis Ujung bukan tanpa ujian. Kawasan ini rawan terhadap berbagai bencana alam: banjir, kebakaran hutan dan lahan, serta angin puting beliung kerap mengancam ketenangan warga. Respons cepat dan solidaritas warga dan para relawan menjadi kekuatan utama dalam menghadapi musibah, seringkali jauh sebelum bantuan resmi datang. Sikap mandiri ini menjadi cermin ketangguhan sekaligus panggilan bagi pemerintah untuk semakin memperhatikan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana di kawasan ini.

Di balik segala dinamika sosial dan tantangan alam, Guntung Manggis Ujung menyimpan keindahan alam yang memukau. Pagi yang sejuk disertai kicau burung menciptakan suasana damai yang menyejukkan jiwa, sementara malamnya langit yang bertabur bintang dan iringan suara jangkrik menghadirkan ketenangan hakiki yang sulit ditemukan di pusat kota. Hutan dan rawa yang masih lestari tidak hanya menjadi paru-paru kawasan, tetapi juga tempat rekreasi sederhana bagi warga, misalnya memancing ikan.

Dari sisi ekonomi, dua pusat pasar kecil menggeliatkan roda ekonomi lokal. Pasar harian di sekitar mushala menjadi tempat bertemu dan bertransaksi, sementara pasar malam yang digelar setiap Senin dan Jumat malam menjadi panggung bagi petani lokal memasarkan hasil kebun mereka. Pasar ini tidak hanya mendorong ekonomi rakyat, tapi juga memperkuat ikatan sosial antarwarga.

Namun demikian, sarana dan prasarana dasar seperti akses jalan, penerangan jalan umum, drainase, dan sarana mitigasi bencana masih memerlukan perhatian serius dari pemerintah. Terlebih, wilayah ini hanya berjarak sekitar 15 menit dari pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan. Potensi ini harus dimaksimalkan agar Guntung Manggis Ujung tidak sekadar menjadi pinggiran, tapi juga penopang kemajuan kota dan kesejahteraan warganya.