Sang eksekutor di PSU Banjarbaru
Views: 56
0 0
Read Time:2 Minute, 30 Second

MENUNGGU SANG EKSEKUTOR DI PSU BANJARBARU 2025

Oleh: Rudy Azhary

Keputusan Mahkamah Konstitusi atas sengketa Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru di Pilkada Serentak 2024 beberapa waktu lalu membuahkan keputusan yang harus dihormati bersama, yakni Pemungutan Suara Ulang atau PSU. Kabarnya, penyelenggaraan PSU akan menelan biaya ‘Uang Rakyat’ yang tak sedikit jumlahnya, yakni lebih kurang Rp20 miliar. Jumlah yang cukup untuk membangun ruang kelas, mempercanggih sarana prasarana pendidikan, memperbaiki jalan, termasuk memperkuat sektor ekonomi, kesehatan,  sosial, dan keagamaan. Andai saja, penyelenggaran Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru berjalan dengan mulus tanpa adanya pelanggaran.

Peristiwa politik ini, bagi saya adalah keniscayaan akibat terjadinya pelanggaran dari salah satu pasangan calon, dan berakibat pada didiskualisifikasinya salah satu pasangan calon yang dianggap terbukti melakukan pelanggaran.  Sementara penyelenggara Pilkada (KPU Banjarbaru) mengklaim dikejar waktu – kertas suara masih menyajikan gambar kedua pasangan calon –  yaitu nomor urut satu Erna Lisa Halaby – Wartono dan nomor urut dua HM Aditya Mufti Ariffin – Said Abdullah. Atas beragam kejadian itu, mari kita melangkah mengakhiri sebab akibat dari rangkaian demi rangkaian peristiwa politik yang telah terjadi.

Keputusan MK, bagi saya benar dan bijak memutuskan PSU untuk Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru. Selain mendengarkan apa yang menjadi keinginan dan harapan rakyat atas hak pilihnya, di sisi lain, keputusan itu menjadi awal bagi siapa pun yang ingin maju sebagai pasangan calon di Kota Banjarbaru untuk taat dan menaati aturan yang berlaku bagi semua.  ‘Yang terbukti melanggar harus dijatuhi sanksi atau hukuman’. Bahwa kemudian konsukensinya adalah akan lahir biaya tambahan, maka demikianlah akibat dari pelanggaran yang telah dilakukan. Dan itu ,bukan hanya berdampak bagi para pasangan calon, melainkan bagi masyarakat Kota Banjarbaru itu sendiri.

Akibat pelanggaran hingga akhirnya PSU diputuskan, menurut saya, sedikit banyak memengaruhi roda pemerintahan daerah. Sebelum dan setelah diputuskan PSU, beberapa kali terjadi pergantian pejabat untuk mengisi jabatan Sekretaris Daerah yang merupakan jabatan paling stratergis dalam penentu sebuah kebijakan pemerintah daerah di Kota Banjarbaru. Di balik semua itu, pemenuhan hak rakyat dalam berdemokrasi dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota di Banjarbaru  juga wajib terpenuhi. Tentunya, tak jua mengeyampingkan agar penyelenggaraan roda pemerintahan tak terpengaruh dalam banyak kebijakan. Apakah itu tentang  kebijakan kebirokrasian, pembangunan, hingga keuangan, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan masyarakat banyak. Saya meyakini, PSU adalah jawaban dan juga putusan terbaik dan bijak bagi masyarakat Banjarbaru. Rakyat perlu kejelasan dari hasil pilihannya untuk mengetahui siapa yang kelak memimpin Banjarbaru, agar penyelenggaraan pemerintahan dapat segera berlangsung dengan baik, lancar, dan membawa keberkahan bagi masyarakat Banjarbaru sepenuhnya.

Secara pribadi, saya berharap PSU nanti akan menghasilkan yang terbaik bagi masyarakat, dan semua pihak. Apa yang terjadi jika ‘Wali Kota’ Sang Eksekutor tak kunjung ditetapkan, sementara aspirasi dan harapan rakyat kian lama kian membengkak dalam penampungan di gedung parlemen (DPRD Kota Banjarbaru) melalui wakil-wakil rakyatnya. Kian cepat PSU menghasilkan pemimpin Banjarbaru, kian lekas pula realisasi aspirasi masyarakat dieksekusi oleh Pemerintah Kota Banjarbaru.  Semoga, PSU adalah jalan terbaik bagi kita semua, bagi kota kita tercinta, Banjarbaru. Menunggu Sang Eksekutor Kota. **

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
100 %