RDP KOMISI II DPR RI DAN ATR/BPN BAHAS KRISIS TATA RUANG PULAU KECIL DAN PESISIR

Banjarbaru, SuratKabarDigital.com – Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Selatan, Abdul Azis, S.H., M.Kn., bersama seluruh jajaran mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Selasa (01/06/2025).

Permasalahan pulau-pulau kecil kembali mencuat seiring maraknya kasus sengketa wilayah dan isu penjualan pulau. Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah sengketa empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara, yang akhirnya diselesaikan melalui penelusuran administrasi dan dinyatakan masuk ke dalam wilayah Provinsi Aceh. Selain itu, muncul pula isu penjualan pulau kepada pihak asing yang menuai keprihatinan publik.

Pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir menjadi sasaran investasi di sektor pariwisata, perikanan, dan energi terbarukan. Besarnya potensi ekonomi tersebut harus diimbangi dengan tata kelola yang adil dan perlindungan hukum yang kuat.

Namun, di balik potensi tersebut, muncul berbagai catatan kritis, termasuk lemahnya pengawasan pemerintah serta belum optimalnya perlindungan terhadap masyarakat pesisir dan ekosistem laut. Kondisi ini mengancam keberlanjutan lingkungan, kedaulatan negara, serta hak-hak masyarakat lokal.

Dalam rapat tersebut, disorot sejumlah permasalahan utama dalam pengelolaan wilayah pesisir dan kepulauan, antara lain pengelolaan wilayah yang masih bersifat sektoral dan belum adanya kesepakatan lintas instansi dan pemerintah daerah, banyak pulau kecil terluar masih berada dalam kawasan hutan dan belum memiliki subjek hak, sehingga proses sertipikasi tanah menjadi terhambat, belum terintegrasinya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) di seluruh provinsi.

Ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dan rencana tata ruang yang mengakibatkan kerusakan ekosistem, serta tumpang tindih kebijakan akibat belum dipahaminya pembagian kewenangan oleh seluruh pemangku kepentingan.

Kementerian ATR/BPN berperan aktif dalam melindungi pulau-pulau kecil melalui program sertipikasi tanah dan sinkronisasi RTRW dengan RZWP3K. Menurut data dari Kementerian ATR/BPN 1.349 (7,77%) pulau dari total 17.380 pulau di Indonesia sudah bersertipikat.

Pensertipikatan wilayah pesisir dan pulau di Indonesia dilaksanakan sesuai dalam regulasi Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No 17 Tahun 2016 tentang Pemberian Hak Atas Tanah pada Pulau-Pulau Terkecil Terluar. Sebanyak 9.007 pulau (51,8%) sudah termasuk dalam Rencana Tata Ruang.

Dengan jumlah pulau kecil yang teridentifikasi sebanyak 17.343 masih tersisa 15.977 (92,12%) pulau belum bersertipikat serta 7.413 pulau (42,65%) masuk dalam kawasan hutan. Ini yang selanjutnya menjadi perhatian pemerintah untuk mengupayakan perlindungan dan pengelolaan pulau-pulau kecil.

Upaya pensertipikatan dan sinkronisasi RTRW dengan RZWP3K dapat diupayakan dengan penguatan perencanaan tata ruang terpadu, koordinasi antar sektor dan lembaga, penguatan regulasi dan kebijakan serta pengakuan dan perlindungan hak masyarakat pesisir.

Hasil akhir dari langkah tersebut bertujuan mewujudkan kedaulatan wilayah NKRI, jaminan kepastian hukum, pembangunan yang berkelanjutan, serta perlindungan terhadap hak masyarakat pesisir dan ekosistem laut.

Dalam rapat ini, Komisi II DPR RI meminta Kementerian ATR/BPN untuk mempercepat integrasi RTRW dengan RZWP3K di seluruh provinsi, penyelesaian sertipikasi pulau-pulau kecil terluar dan mempercepat identifikasi yang belum terdata, serta memperkuat pengawasan pemanfaatan dan pengelolaan pulau dan wilayah reklamasi pesisir dengan sistem monitoring terpadu.

Komisi II DPR juga mendorong percepatan integrase data nasional antar instansi, meliputi peta bidang tanah (ATR/BPN), batas wilayah administratif (Kemendagri), Badan Informasi Geospasial (BIG), zonasi laut (Kementerian Kelautan dan Perikanan) serta peta kawasan hulan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).