Banjarbaru, SuratKabarDigital.com – Persoalan menahun yang melingkupi Pasar Ulin Raya kembali menjadi sorotan serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjarbaru. Dalam kunjungan kerja pada Selasa (12/8/2025).
Komisi II DPRD menemukan sederet masalah mulai dari sarana-prasarana yang tidak layak, drainase tak berfungsi, penumpukan sampah, hingga tunggakan retribusi dari toko, warung, dan los pasar.
Ketua Komisi II DPRD Banjarbaru, Ir. Syamsuri, mengakui permasalahan tersebut telah ada sejak pasar yang terletak di Kelurahan Landasan Ulin Tengah itu dibangun pada 2009. “Pasar Ulin Raya cukup crowded, banyak permasalahan yang menjadi pekerjaan rumah Pemko Banjarbaru,” ujarnya.
Pasar Ulin Raya diketahui memiliki 180 unit toko berukuran 3×4 meter, 182 unit toko 2×3 meter, dan 48 los. Namun, sekitar 60 persen los masih kosong. Ironisnya, pasar ini justru menjadi pusat aktivitas jual-beli dua kecamatan, Liang Anggang dan Landasan Ulin, dari pagi hingga malam hari.
Salah satu masalah krusial yang terungkap adalah tunggakan retribusi. Kepala UPTD Pasar Ulin Raya, Irwan Hendro, menjelaskan penyebabnya sering berasal dari pemilik toko yang menyewakan unit kepada pihak lain tanpa melunasi kewajiban, sementara penyewa tetap dibebani biaya sewa oleh UPTD.
“Teguran sudah kami lakukan, tiga kali dalam tujuh hari sekali. Kalau tidak diindahkan, kami bisa lakukan penyegelan hingga pengambilalihan,” tegasnya.
Selain tunggakan, masalah sampah dan bau juga menjadi perhatian. Irwan mengungkapkan pihaknya rutin melakukan pembersihan dan akan berkoordinasi dengan DLH Banjarbaru untuk penanganan sampah menggunakan kontainer. Bau menyengat umumnya berasal dari sisa ikan yang dibuang ke tempat pembuangan.
Untuk mengatasi bau dan limbah cair, pihak pasar merencanakan pemasangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada Oktober 2025. “IPAL ini akan membatasi rembesan air yang tumpah ke area pasar,” katanya.
DPRD mendorong Pemko Banjarbaru melakukan pembenahan menyeluruh, mulai dari perbaikan sarpras, drainase, hingga paving block. Selain itu, Komisi II berencana mendorong revisi Perda terkait penyewaan los, warung, dan toko, agar tetap memberi kontribusi retribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Tidak masalah disewakan, asalkan tidak ada tunggakan dan retribusi tetap masuk ke PAD,” ujar Syamsuri.