KABUPATEN BANJAR

SAKSI AHLI NILAI PROSES PIDANA KASUS KAKEK KAHPI PERLU DITINJAU ULANG: PERDATA BUKAN PIDANA

Kabupaten Banjar, SuratKabarDigital.com – Pengadilan Negeri Martapura kembali menggelar sidang Peninjauan Kembali (PK) atas perkara pidana yang menjerat Kahpi 73 tahun, Kamis (26/6/2025). Kakek asal Kabupaten Banjar ini sebelumnya divonis satu tahun penjara oleh Mahkamah Agung atas dugaan penguasaan lahan yang dianggap bermasalah.

Dalam sidang kali ini, tim kuasa hukum menghadirkan satu saksi fakta dan satu saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dr Yulia Qamariyanti.

Dr Yulia menyampaikan, konflik seperti ini umumnya terjadi akibat ketidaksesuaian antara data sertifikat dan kondisi lahan di lapangan. Ia menekankan bahwa dalam sengketa lahan yang melibatkan dua pihak dengan klaim kepemilikan, seharusnya perkara diselesaikan melalui jalur perdata.

“Jika terjadi klaim ganda terhadap suatu bidang tanah, maka seharusnya dibuktikan terlebih dahulu melalui sidang perdata, bukan langsung diproses secara pidana,” ujarnya.

Menurutnya, masalah batas tanah sering kali terjadi di wilayah yang belum dimanfaatkan dan hanya ditandai dengan patok atau penanda sederhana. Hal inilah yang kerap memicu tumpang tindih, terutama jika belum ada pemetaan yang jelas.

Sementara itu, kuasa hukum Kahpi, Dedi Sugianto, menyoroti aspek administratif dalam proses hukum yang dijalani kliennya. Salah satunya adalah kesaksian H Umar, yang menyebut bahwa dirinya baru mengetahui surat dari kantor pertanahan mengenai tumpang tindih lahan beberapa bulan setelah surat itu dibuat.

“Surat itu tidak diterima langsung oleh saksi. Baru diketahui saat ia datang sendiri ke kantor pertanahan pada tahun 2013. Ini menunjukkan ada persoalan dalam pemberitahuan resmi,” kata Dedi.

Dedi menambahkan, Kahpi memiliki surat keterangan dari desa yang menyatakan tidak ada masalah atas tanah yang ia tempati di KM 17,8. Sampai saat ini, belum ada putusan perdata yang menetapkan siapa pemilik sah atas lahan tersebut.

“Selama belum ada putusan perdata, kami menilai tidak ada dasar kuat untuk menjadikan perkara ini sebagai pidana,” ucapnya.
(Randi, red)