BANJARBARU: DPRD VERSUS DPRD
Oleh: Rudy Azhary

Lebih dari sepekan, suasana di Gedung DPRD Kota Banjarbaru terasa tegang dan penuh tanda tanya. Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Banjarbaru, yang sejatinya menjadi garda terdepan dalam menjaga etika dan integritas anggota legislatif, masih bungkam terkait dugaan intervensi seorang anggota DPRD terhadap pergantian pejabat di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di kota ini.
Kasus ini bukan perkara biasa. Ini adalah dugaan pelanggaran kode etik pertama yang secara resmi ditangani BK dalam sejarah DPRD Banjarbaru. Sebelumnya, BK telah menegaskan komitmennya untuk bekerja profesional, transparan, dan adil dalam menyelesaikan persoalan ini. Namun, realita di lapangan justru menunjukkan sebaliknya.
Dari informasi yang dihimpun, BK telah menggelar pertemuan tertutup dengan berbagai pihak terkait sebagai tindak lanjut awal kasus ini pada Selasa, 23 September 2025. Salah seorang anggota DPRD yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “Setahu saya, Ketua BK tadi ada rapat atau pertemuan membahas dan menindaklanjuti kasus dugaan pelanggaran kode etik, bahkan ada saksi ahli yang dihadirkan.”
Namun, upaya kami untuk mengonfirmasi langsung kepada Ketua BK justru menemui jalan buntu. Selama hampir tiga jam menunggu di ruang Badan Kehormatan dan ruang Komisi di Gedung DPRD, sosok Ketua BK tak kunjung terlihat. Pesan singkat yang kami kirimkan ke nomor teleponnya juga tak mendapat balasan hingga pukul 23.45 WITA.
Ketiadaan respon ini menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan wartawan dan publik. Apakah BK benar-benar serius menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik ini? Ataukah ada tekanan dan konflik kepentingan yang membuat proses ini berjalan di balik layar, jauh dari pengawasan publik?
Sebagai lembaga yang dibentuk untuk menjaga martabat DPRD dan memperkuat kepercayaan masyarakat, BK seharusnya menjadi contoh dalam menjalankan tugasnya dengan integritas tinggi. Mereka harus bisa menghadirkan kejelasan, memastikan bahwa setiap dugaan pelanggaran tidak dibiarkan menguap begitu saja.
Publik Banjarbaru menunggu komitmen tersebut. Komitmen agar proses penyelesaian kasus ini berjalan terbuka, profesional, dan tanpa pandang bulu. Meskipun BK berada dalam posisi yang harus bijak dan hati-hati dalam memutuskan, transparansi adalah kunci agar kepercayaan terhadap lembaga DPRD tidak terkikis.
Mari kita nantikan langkah konkret dari Badan Kehormatan DPRD Kota Banjarbaru. Apakah mereka akan membuktikan bahwa mereka benar-benar mengutamakan etika dan kepentingan publik? Atau apakah cerita ini akan menjadi babak lain dari drama politik yang penuh intrik di balik tirai gedung DPRD?
Satu hal yang pasti, masyarakat Banjarbaru berhak mendapatkan jawaban yang jelas dan akuntabel.